Pendidik PAUD Ikuti Diklat Berjenjang

KEPANJEN – Sejumlah setidaknya 120 pendidik lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) mendapatkan diklat berjenjang tingkat dasar selama Senin-Jumat (23-27/12) ini. Dalam diklat yang dilangsungkan di aula Balai Budidaya Air Tawar Kepanjen ini, mereka banyak memperoleh wawasan tentang bagaimana cara pembelajaran anak usia dini yang tepat.

Ada setidaknya 10 (sepuluh) materi terkait pembelajaran PAUD yang diberikan para peserta diklat ini. Diantaranya perencanaan hingga evaluasi pembelajaran, serta sentra dan pengasuhan. Alokasi materi setara dengan 48 jam pelajaran dan langsung diberikan narasumber teknis dari Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFI) Regional II Surabaya.

Ketua Himpunan Pendidik PAUD Indonesia (Himppaudi) Kabupaten Malang Dra Krisnawati mengungkapkan, diklat bagi pendidik PAUD ini diberikan untuk meningkatkan kompetensi guru PAUD yang kebetulan belum berkualifikasi sarjana. Apalagi, katanya, dari setidaknya 1.488 pendidik PAUD yang ada, hanya sebagian kecil yang lulusan S1-PGPAUD.

Kebanyakan pendidik PAUD lulusan SMA/SMK. Pendidik yang merupakan kader taman posyandu (Pos PAUD) bahkan banyak lulusan SMP.

“Diklat berjenjang ini agar kompetensi pendidik yang kualifikasi pendidikannya lebih rendah ini menjadi setara dengan lulusan S1. Diklat ini juga diperuntukkan bagi pendidik PAUD yang sudah sarjana, namun bukan S1-PGPAUD,” terang Krisnawati, Senin (23/12) di sela-sela diklat. 

Kompetensi dari diklat berjenjang hingga tingkat lanjut dan mahir ini, tambah Bunda Kris, nantinya bisa dikonversikan sebagai satuan kredit jika peserta diklat melanjutkan kuliah nantinya. Sertifikasi diklat berjenjang ini juga diakui dan mendapat pengabsahan dari direktorat PAUDNI.
“Pendidik PAUD memang harus diperkuat dan ditingkatkan kompetensi melalui diklat-diklat semacam ini. Banyak pendidik lembaga PAUD baru yang belum pernah mendapatkan diklat pembelajaran PAUD. Apalagi, dengan honor mengajar yang rata-rata hanya Rp 100 ribu per bulan, mereka tentunya sangat kesulitan mengakses pendidikan tinggi atau kuliah lagi,” demikian perempuan asal Jawa Barat ini. min-KP

Posting Komentar