Resensi : Ibuk..


Judul Buku                     :  Ibuk
Penulis                            :  Iwan Setyawan
Penerbit                          :  Gramedia Pustaka Utama
Cetakan&Tahun Terbit  :  Juni 2012
Harga Buku                    :  Rp58.000,00
Buku "Ibuk" bisa Anda dapatkan di TBM SANGGAR WACANA.
Kategori Buku : Non Fiksi
Hiduplah seorang pria bernama Bayek. Anak ketiga dari lima bersaudara, hasil perkawinan antara gadis desa yang lugu si Tinah dan Sim sang playboy pasar. Tinah dan Sim berasal dari keluarga yang sederhana. Karena cinta mereka yang kuat, mereka berani melakukan pelayaran hidup bersama Isa, Nani, Bayek, Rini dan Mira. Tinah yang berperan sebagai Ibuk selalu merelakan apapun demi kebahagian keluarga sederhana mereka. Begitu pula dengan Bapak yang selalu gigih membanting tulang untuk menghidupi anak-anak dan istrinya.  Keluarga sederhana itu tidak pernah mengeluh atas kekurangan mereka. Walaupun hanya dengan nasi goreng terasi, tempe dan empal seadanya, anak-anak Ibu terus tumbuh menjadi anak yang mandiri, pintar dan begitu memaknai arti kehidupan mereka yang seadanya.
            Waktu kecil, Ibuk berhenti sekolah karena jatuh sakit. Ibuk pun tak tamat SD. Begitu pula dengan Bapak, Bapak hanya mengenyam pendidikan sampai SMP. Hal ini membuat Ibuk bertekad untuk mengubah takdir anak-anaknya kelak. Ibuk ingin anak-anaknya sekolah sampai jenjang yang lebih tinggi, sampai sarjana. Tidak seperti kedua orangtua mereka yang berpendidikan rendah. Ibuk berusaha menjadi yang terbaik buat kelima anaknya. Ibuk selalu memasak di dapur kecil mereka tiap hari. Dan suatu ketika, Ibuk memandang dapur rumah. Dapur ini penuh jelaga. Begitu juga kehidupan, namun anak-anak Ibuk telah menerangi hidup Ibuk. Mereka adalah harta Ibuk. Dan kini saatnya, semua yang keluar dari rahim Ibuk hidup bahagia tanpa jelaga selanjutnya.
            Hingga di suatu pagi yang cerah, ketika matahari dengan hangat menyinari bumi dan awan-awan tampak cantik di tempatnya, Ibuk bertemu dengan Mbah Carik. Nenek tua yang dipercaya sebagai orang  pintar. Mbah Carik melihat Bayek, anak laki Ibuk satu-satunya berjalan di belakang Ibuk seraya berkata “Nah, sabar sekarang hidupmu susah. Kelak anak lanangmu itu yang membahagiakan keluarga kalian”.  “Mbah, ada-ada saja. Amin yaAllah” sahut Ibuk.
            Pekerjaan Bapak adalah menarik angkot. Dengan ketekunan Ibuk menyisihkan uang, akhirnya keluarga Bayek dapat membeli angkot tua sendiri. Bahagianya Bapak memiliki angkot pribadi. Namun, angkot tua itu ternyata mendatangkan kesusahan. Uang yang harusnya dapat disetor Bapak untuk belanja Ibuk, malah habis untuk membetulkan kerusakan-kerusakan yang terus muncul di angkot tua itu.  Keadaan itu membuat Ibuk sedih dan menangis sesenggukan. Melihat Ibuk seperti itu, Bayek pun berjanji kalau sudah besar akan membahagiakannya, janji Bayek dalam hati.
            Berkat kegigihan dan keuletan, anak-anak Ibuk terus maju mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Dengan bantuan sana-sini, pinjaman dari Bang Udin dan keseriusan janji Ibuk mengantarkan Bayek pada langkah kesuksesan. Empat tahun Bayek mengenyam pendidikan di IPB Bogor jurusan Statistika dengan beasiswa. Setelah lulus, berkat doa Ibuk, Bayek bekerja di Jakarta selama tiga tahun. Doa Ibuk mampu menguatkan keteguhan hati Bayek untuk terus melangkah maju tanpa mengenal lelah. Hingga pada suatu hari, Bayek mendapatkan apresiasi atas kerjanya selama ini. Tawaran bekerja di New York. Dengan restu keluarga Bayek di kampung, Bayek melangkah menuju pelayaran hidupnya. Dia ingin membangun kebahagian untuk dirinya dan keluarga tercintanya. Dan itu dia mulai dari New York.
            New York memberikan banyak pelajaran untuk hidup Bayek. Manis pahit kehidupan dia rasakan disana. Hingga pada akhirnya setelah 9 musim panas dan 10 musim dingin yang Bayek lalui disana, Bayek memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Sudah cukup dia membahagiakan keempat saudara perempuannya, Bapak dan tak luput pula Ibuk yang selalu memberi semangat dalam perjalan hidup Bayek.
                Tuhan Maha Adil. Kebahagiaan tidak akan sepenuhnya ada. Kesedihan itu datang ketika Sabtu 4 Februari 2012 Bapak di panggil oleh-Nya. Sungguh terpukul hati Ibuk, perempuan tangguh itu sangat kehilangan. Kehilangan belahan jiwanya yang selama 40 tahun belakangan selalu menemani Ibuk membangun keluarganya dengan segala suka duka. Perjalanan cinta yang sederhana namun kokoh. Cinta mereka yang tak pernah luntur. Cinta Ibuk yang menyelamatkan keluarga.

Kelebihan dan Kekurangan Novel.
            Membeli buku ini pada hari kamis dan berhasil menyelesaikannya pada jumat pagi menunjukkan betapa saya sangat ingin mengetahui jalan cerita novel secara keseluruhan. Dan akhirnya lagi-lagi sifat cengeng saya muncul. Dalam hidup saya, entah apapun yang berhubungan dengan Ibu, berhasil menyentuh hati saya. Saya sangat menyayangi Ibu. Di novel ini,  sosok Ibuk diceritakan sebagai wanita tangguh yang dengan gigihnya menghidupka kelima anaknya dengan kemampuan seadanya. Tak ada kata mengeluh, yang ada hanya sabar dan selalu bersyukur atas apa yang Ibuk miliki. Sungguh merenyuh hati bagi pembacanya. Selain sosok Ibuk, Bapak Bayek juga sangat kuat dalam memulai kehidupan berkeluarganya dengan Ibuk. Walaupun hidup susah, Bapak terus berusaha untuk menjadi yang terbaik. Setidaknya terbaik untuk keluarganya. Air peluh terus mengucur ketika Bapak menacari nafkah menarik angkot. Peran Bapak dan Ibuk sangat apik dalam novel ini sehingga mereka mampu menciptakan Bayek yang luar biasa. Bayek yang dapat mengangkat derajat keluarganya berkat kegigihannya.  Hati saya pun  ikut merasakan kesedihan yang mendalam ketika saya membaca bagian yang menceritakan Bapak harus pergi untuk  selamanya, karena saya pernah merasakan bagaimana rasa kehilangan itu ketika Ayah saya harus meninggal dunia tahun 2003 lalu. Tak mudah menerima kenyataan orangtua kita tak ada lagi di kehidupan kita. Tapi kehidupan harus tetap berjalan tanpa harus terlarut dalam kedukaan.

Posting Komentar